Kemenangan bagi abalism terhadap sistem penentuan kepala wilayah negeri ini. Lalu kemudian, semakin jelas diungkapkan dari wawancara ke wawancara, bahwa bermain uang dalam memilih kepala wilayah itu nyata. Tak lagi ada kemaluan para penjahat politik mengungkapkannya, “biarlah cuma anggota dewan saja yang terimbas politik kotor, warga tak usah”.
Keinginan untuk berkuasa, lalu memperkaya diri sendiri dan sedikit untuk kelompoknya, masih menjadi model hari ini. Belum ada sebuah keinginan untuk berbagi. Dan semakin sukar untuk menemukan Brahmana baru. Mereka yang semakin menua, rambut memutih, kulit mengeriput, tak rela kursi empuknya yang sudah terkoyak, diduduki oleh yang lebih muda. Kekuasaan itu, seolah membangkitkan sebuah senyuman, yang pastinya lebih palsu.
Pun dalam beragam organisasi. Seolah menegakkan demokrasi. One man one vote. Suara pemilih adalah suara yang harus dihargai. Namun juga tak lebih dari sekedar untuk meraup kepingemas. Hingga tinggal mereka yang disorongkan lunglai di pojok ruang. Sambil membayangkan seberapa dalam kantong bakal dikuras. Demi dentingan yang tak lagi terdengar harmoninya.
Demokrasi abal-abal… Segala sisi berlomba untuk memuaskan dirinya sendiri. Onani… Orgasme… Lalu menorehkan senyum kepuasan karena kilatan lampu dan tampilan wajah di layar kaca menjadikan kerabat berlomba memperbincangkannya. Seolah telah menjadi benar jalan yang dilalui. Ini titik terendah pergerakan. Hanya bergerak-gerak, dalam karung plastik penuh dengan belatung kehidupan.
Politik itu adalah politik. Intimidasi itu menjadi biasa. Kekerasan menjadi iring-iringan yang tak lelah mengikuti. Siapa yang mampu mengikatkan tali pada leher-leher yang seolah setia, dengan kepingemas tentunya, adalah yang akan memperoleh kekuasaan sesaat. Hingga kemudian, korupsi menjadi sebuah prestasi. Jeruji penjara pun bukanlah sebuah pemberi ketakutan. Hanya keranda yang mampu menghentikannya.
Demokrasi abal-abal… Perlombaan yang abal-abal… Teruslah berkicau atas nama keadilan.. atas nama konstitusi… atas nama warga… yang tak pernah memberikan mandat agar pikirnya diwakilkan… Abalism, sebuah keabadian.
Artikel ini dapat dikutip ataupun diperbanyak dengan tetap menyebutkan sumbernya :
Ade Fadli. 2014. Demokrasi Abal-abal …. http://timpakul.web.id/?p=3611 (dikutip tanggal 26 September 2014)
-- timpakul.web.id - @timpakul